Increase Your Knowledge :)


Sabtu, 06 Desember 2014

Yadnya dan Kaitannya dengan epos Mahabrata

Pendahuluan
Ringkasan Yadnya
          Apa itu Yadnya? Yadnya berasal dari bahasa Sanskerta yaitu kata “Yaj” yang berarti memuja, mempersembahkan, atau korban. Menurut kitab Bhagawadgita yadnya berarti suatu perbuatan yang dilakukan dengan penuh keikhlasan dan kesadaran untuk melaksanakan persembahan kepada Tuhan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian yadnya adalah segala bentuk pemujaan/persembahan dan pengorbanan yang dilaksanakan secara tulus ikhlas dengan tujuan-tujuan mulia dan luhur terhadap Ida Sang Hyang Widhi. Adapun Yadnya memiliki 4 unsur yaitu Karya (perbuatan), Sreya (ketulus ikhlasan), Bhudi (kesadaran), dan Bhakti (persembahan).
          Keberadaan yadnya dilatarbelakangi oleh adanya Tri Rna (tiga hutang). Adapun masing-masing dari Tri Rna ini kemudian memunculkan yadnyanya masing-masing. Dewa Rna (hutang terhadap Tuhan) memunculkan Dewa yadnya dan Bhuta yadnya. Rsi Rna (hutang terhadap orang suci) memunculkan Rsi yadnya. Dan Pitra Yadnya (hutang terhadap leluhur/saudara/manusia) memunculkan Pitra Yadnya dan Manusa yadnya.
          Tata cara atau rangkaian pelaksaaan suatu yadnya ini disebut dengan upacara. Sedangkan segala alat yang digunakan dalam upacara disebut dengan upakara. Adapun upakara yang tertata dalam bentuk tertentu dan difungsikan sebagai sarana memuja keagungan Tuhan disebut sesajen/banten.
          Yadnya dapat dibagi-bagi lagi berdasarkan berbagai sudut pandang. Dilihat dari waktu pelaksanaannya, yadnya dibagi 3 yaitu Naimitika yadnya (dilakukan sewaktu-waktu), Nitya yadnya (dilakukan setiap hari), dan yadnya insidental (waktunya tidak tentu). Dilihat dari kuantitasnya, yadnya dibagi 3 yaitu Nitya (kecil), Madya (Sedang), dan Utama (besar). Dilihat dari kualitasnya, yadnya dibagi 3 yaitu Tamasika yadnya, Rajasika yadnya, dan Satwika yadnya.
          Lantas apakah hubungan antara Yadnya dan kisah Mahabrata? Mahabrata merupakan salah satu bagian dari Weda Smerti kelompok Upaweda, yaitu pada golongan Itihasa. Mahabrata ditulis oleh Bhagawan Byasa / Kresna Dwipayana dan terdiri dari 18 parwa. Kisah Mahabrata ini sangat banyak mengandung ajaran-ajaran luhur termasuk tentang yadnya didalamnya. Di Indonesia, muncul banyak karya sastra yang bersumber dari ke delapan belas parwa tersebut. antara lain berbagai kitab dan kekawin. Bahkan, dari kisah Mahabrata ini mampu memunculkan 2 kitab suci yaitu Sarasamuscaya dan Bhagawadgita.
          Mahabrata mengandung ajaran-ajaran Weda yang sifatnya universal. Universal dalam artian berlaku umum dan dapat dialami oleh siapa saja yang ada di dunia. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita mengambil nilai-nilai baik dalam kisah Mahabrata ini sebagai pedoman hidup kita sehari-hari. Nilai-nilai tersebut meiliputi nilai Tattwa, Etika, Upacara, Karma, Punarbhawa, Moksa, Catur Warna, Catur Purusa Artha, Dharma, Kesetiaan, Pendidikan, dan Yadnya

 Ringkasan Mahabrata
     Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kisah Mahabrata terdiri dari 18 parwa. Berikut adalah ulasan isi dari parwa-para tersebut :
Adi Parwa : lahirnya para leluhur Pandawa dan Korawa, lahirnya para Pandawa, Korawa dan Karna, dibaginya kerajaan Hastina Pura, Pandawa berhasil membangun kerajaan Indraprastha, Pandawa berhasil menyelenggarakan upacara Aswamedha & Rajasuya yang membuat Duryodana iri.
Sabhaparwa : Pandawa dan Kurawa bertyemu di balai Jayanta untuk bermain dadu. Pandawa mengalami kekalahan dan berjanji untuk mengasingkan diri ke hutan
Wanaparwa : berisi kisah pengasingan Pandawa selama 12 tahun di hutan
Wirataparwa : kisah Pandawa yang melewati masa 1 tahun penyamaran diri di kerajaan Wirata. Selain itu diceritakan pula pernikahan antara Abimanyu dan Uttari.
Udyogaparwa : masing-masing pihak mulai mempersiapkan perang dengan mencari kerajaan sekutu sebanyak-banyaknya. Kunti mengunjungi Karna sehingga Karna berjanji tidak akan membunuh Pandawa kecuali Arjuna. Krisna menawarkan pilihan kepada Arjuna dan Duryodana, ingin memilih dirinya atau pasukan Narayana.
Bhismaparwa : menceritakan tahap awal pertempuran di Kurusetra, terselip percakapan suci antara Kresna dan Arjuna yang pada saat ini dikenal sebagai kitab Bhagawad Gita. Pada hari ke sepuluh Bhisma gugur karena usaha Arjuna yang dibantu oleh Srikandi.
Dronaparwa : Drona diangkat sebagai panglima perang Kurawa. Diceritakan Drona gugur di medan perang akibat dipenggal oleh Drestadyumna saat ia beryoga. Parwa ini juga menceritakan gugurnya Abimanyu dan Gatot Kaca
Karnaparwa : Karna diangkat sebagai panglima perang Kurawa. Diceritakan pula kisah gugurnya Dursasana akibat usaha Bima. Salya menjadi kusir kereta Karna. Karna pun gugur saat berusaha mengangkat roda keretanya yang terbenam lumpur.
Salyaparwa : Salya diangkat sebagai panglima perang Kurawa. Salya dan Sangkuni pun gugur di medan perang. Kemudian dilanjutkan dengan gadayudha oleh Bima dan Duryodana. Kurawa pun hanya menyisakan Aswatama dan Krtawarman.
Sauptikaparwa : Aswatama menyusup ke perkemahan Pandawa dan membunuh panca Kumara, Drestayumna, dan Srikandi. Ia melarikan diri ke pertapaan bhagawan Byasa yang disusul oleh para Pandawa. Kresna mengutuk Aswatama karena telah menggunakan senjata terlarang untuk membunuh keturunan Pandawa.
Striparwa : menceritakan isak tangis para wanita yang ditinggal keluarga mereka yang gugur di medan perang. Yudistira mengadakan upcara pembakaran mayat dan persembahan air suci pada leluhur. Kunti menceritakan kisah kelahiran Karna. Gandari mengutuk kerajaan Kresna 36 tahun lagi akan hancur akibat perang saudara.
Santiparwa : Rsi Byasa dan Rsi Narada memberi Yudistira wejangan suci karena pergulatan batinnya setelah membunuh saudara-saudaranya.
Anusasanaparwa : Yudistira menyerahkan diri pada Bhisma untuk menerima ajarannya. Atas izin dari Kresna, Bisma pun meninggal dengan tenang.
Aswamedhikapara : Yudistira melaksanakan upacara Aswamedha. Kisah kelahiran Parikesit yang dihidupkan kembali oleh Krisna.
Asramawasikaparwa : Drestarasta, Gandari, Kunti, Sanjaya, dan Widura pergi ke hutan dan menyerahkan tahta ke Yudistira.
Mosalaparwa : bangsa Whrisni musnah, Krisna meninggalkan kerajaan dan pergi ke hutan. Atas saran sri Byasa, Pandawa dan Drupadi pun ikut mengasingkan diri.
Mahaprastanikaparwa : kisah perjalanan Pandawa dan istrinya ke puncak gunung himalaya. Satu persatu Pandawa tewas kecuali Yudistira. Adapun tahta kerajaan diserahkan pada Parikesit.
Swargarohanaparwa : dalam perjalanan ke puncak Yudistira ditemani seekor anjing. Dewa Indra hendak menjemputnya ke surga, namun Yudistira menolah apabila anjingnya tidak ikut serta. Si anjing pun menampakkan wujudnya yang sebenarnya yaitu Dewa Dharma.
Isi
          Adapun untuk mengenal kisah Mahabrata lebih dekat, berikut kami hadirkan sinopsis kisah Mahabrata yang ditayangkan oleh StarPlusTV, bagian episode 1 :
          Pada suatu hari, bertempat di tengah sungai Gangga yang luas, tersebutlah seorang raja bernama Santhanu yang sedang memadu kasih di atas kapal kecil bersama seorang anak nelayan bernama Satyawati.
         
          Ditengah-tengah percakapan mereka, tiba-tiba kapal mereka terguncang karena adanya seekor ikan raksasa yang menabrak kapal mereka. Melihat ikan itu, naluri nelayan Satyawati pun muncul. Ia sangat berambisi untuk bisa menangkap ikan itu. Ia pun melemparkan tali berujung runcing ke arah ikan, dan berhasil menancap tubuh ikan itu. Namun ternyata ikan tersebut belum mati, melainkan terus berenang berusaha meloloskan diri. Sementara itu, Satyawati terus berusaha menarik tali tersebut. Bahkan walaupun tangannya berdarah, dan kapalnya hampir menghantam batu karang, ia terus berjuang dengan penuh ambisi untuk menangkap ikan itu.
          Pada akhirnya Satyawati berhasil menangkap ikan raksasa tersebut. Ia dan raja Santhanu pun menepi dari sungai Gangga. Sambil bercakap-cakap, raja Santhanu mengobati luka yang ada di tangan Satyawati. Terlihat sekali bahwa raja Santhanu begitu mencintai Satyawati.
          Tiba-tiba, raja Santhanu mendengar kabar bahwa salah satu desa pimpinannya telah mengalami serangan. Ia pun segera berangkat menuju desa tersebut sambil membawa seluruh pasukannya. Namun sesampainya di desa tersebut, ia begitu kaget melihat bahwa serangan tersebut telah dihentikan oleh seorang ksatria muda. Kepada raja Santhanu, ksatria tersebut mengakui dirinya bernama Bhisma.
          Raja Santhanu pun mempertanyakan asal-usul serta kehebatan Bhisma. Setelah terlibat percakapan yang cukup panjang, tiba-tiba muncul seorang dewi dari sungai Gangga. Ialah Dewi Gangga, istri raja Santhanu. Ia menjelaskan bahwa Bhisma adalah putra dari mereka berdua, yang sengaja ia bawa pergi agar kelak dapat digembleng menjadi seorang ksatria yang hebat. Mendengar hal tersebut, hati raja Santhanu sangat bahagia. Ia berjanji pada istrinya bahwa ia akan menjadikan Bhisma sebagai raja dari Hastina Pura.
          Dengan membawa kabar tersebut, ia menemui Satyawati dan menceritakan segala kejadian. Namun bukannya ikut merasa senang, Satyawati justru terlihat tidak bahagia dan kesal. Hal tersebut dikarenakan apabila Bhisma atau keturunan Bhisma yang dijadikan raja Hastinapura, otomatis pernikahannya dengan raja Santhanu tidak akan ada artinya. Keturunan Satyawati tetap saja tidak dapat menjadi penguasa kerajaan. Satyawati pun memberi 2 pilihan kepada Santhanu. Yang pertama yaitu agar raja menikahi dirinya dan membuat keturunannya menjadi raja, dan yang kedua yaitu raja bebas mengangkat Bhisma sebagai raja namun harus meninggalkan dirinya. Mendengar hal itu raja Santhanu sangat sedih. Ia pun memilih pilihan kedua.
          Rupanya setelah sampai di kerajaan, raja Santhanu selalu menghabiskan hari-harinya dengan sedih dan murung memikirkan Satyawati. Bhisma yang tidak tega melihat keadaan ayahnya, kemudian menemui raja Santhanu dan menanyakan alasan keadaannya selama ini. Bhisma bahkan menyalahkan dirinya sendiri atas hal yang menimpa ayahnya. Mendengar penuturan putranya, raja Santhanu mengelak. Ia mengatakan tidak ada hal apapun yang sedang menimpa dirinya. Namun Bhisma tidak percaya begitu saja dan memilih untuk menyelidiki penyebab kesedihan ayahnya.
          Akhirnya, Bhisma pun mengetahui bahwa penyebab kesedihan ayahnya adalah Satyawati. Ia pun bergegas menemui Satyawati dan menanyakan alasan mengapa ia tidak mau menikahi ayahnya. Satyawati akhirnya mengakui bahwa ia tidak mau menikah karena kehadiran Bhisma di kerajaan, sehingga keturunannya tidak akan berkesempatan menjadi raja.
          Akibat rasa cintanya terhadap ayahnya, serta kebaikan serta ketegasan yang Bhisma miliki. Ia tidak tega apabila ayahnya terus menerus bersedih. Ia pun bersumpah di hadapan sungai Gangga, dengan menyayat tangannya sendiri, bahwa ia tidak akan pernah menikah. Ia tidak akan pernah menjadi raja dan membiarkan keturunan Satyawati yang menjadi raja. Selain itu, perannya di kerajaan juga hanya sebagai pelindung dan penjaga kerajaan Hastinapura.
          Setelah sumpah itu diikrarkan, guntur pun menyambar-nyambar di atas langit. Melihat pertanda itu raja Santhanu bergegas menemui anaknya di tepi sungai Gangga. Ia mencoba menghentikan sumpah anaknya, namun ia tidak berdaya. Bhisma bersikeras akan sumpahnya dan meminta anugrah pada ayahnya, bahwa ia akan berumur panjang dan akan tetap hidup sampai kerajaan Hastinapura menjadi makmur dan sejahtera dibawah pemerintahan raja yang berpegang teguh pada kebenaran. Melihat keteguhan anaknya, raja Santhanu pun tidak dapat mencegah anaknya dan akhirnya memberikan anugrah berumur panjang terhadap Bhisma.
Tokoh-tokoh yang muncul pada episode 1 ini : Raja Santhanu, Satyawati, Bhisma, dan Dewi Gangga.

Penutup
     Demikianlah sinopsis Mahabrata episode 1 beserta silsilah keturunan keluarga Kuru. Berdasarkan uraian di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa kisah Mahabrata sarat akan nilai – nilai luhur yang dapat kita jadikan pedoman dalam kehidupan sehari – hari. Berikut adalah beberapa nilai luhur tersebut. Namun karena agak sulit rasanya jika kita hanya memetik nilai – nilai luhur dari episode 1, maka berikut dihadirkan nilai – nilai luhur dari keseluruhan cerita :
-    Nilai Yadnya
Yadnya berarti korban suci dan keikhlasan. Yadnya tidak selalu diartikan sebagai upacara persembahan, namun dapat juga berarti yadnya bertapa/yoga, pemberian benda/hadiah, mempelajari ilmu dan kitab suci, menepati sumpah, usaha membahagiakan orang tua dan segala kegiatan lain asalkan dilakukan dengan keikhlasan dan berhubungan dengan pengorbanan.
Pertama, yadnya dalam artian upacara. Dalam kisah Mahabrata kita dapat menyaksikan begitu banyak upacara. Contohnya yaitu upacara pengangkatan putra mahkota, upacara pengangkatan raja, swayemwara putri raja, upacara pernikahan, Surya Yadnya, Aswameda Yadnya, upacara di kuil, upacara meminta anak, upacara memberi makan orang suci, dan lain-lain. Kita dapat melihat bahwa upacara tersebut diselenggarakan secara serius dan tulus ikhlas oleh para tokohnya.
Kedua, yadnya dalam artian pemberian benda. Hal ini dapat dilihat setiap ada anggota keluarga yang baru datang ke kerajaan, para penghuni kerajaan pasti menyambut anggota baru tersebut dengan baik dan memberinya bermacam-macam hadiah sebagai tanda penghormatan secara tulus ikhlas. Misalnya Kunti yang memberi hadiah terhadap kedatangan Madri, Drupadi yang memberikan Abimanyu hadiah gelang bertahtahkan 5 batu mulia, dan lain-lain.
Ketiga, yadnya dalam artian tapa/yoga. Dapat kita lihat saat Panca Pandawa mengasingkan diri selama 12 tahun di hutan, Kresna menyarankan agar mereka menyebar untuk melakukan pertapaan. Arjuna bertapa kepada Dewa Siwa, Bima bertapa pada Hanuman, bahkan Yudistira, Drupadi, Nakula, dan Sahadewa pun juga melaksanakan pertapaan mereka masing-masing.
Keempat, yadnya dalam artian mempelajari kitab dan pengetahuan suci. Hal ini dapat dilihat saat Kurawa dan Pandawa kecil yang menuntut ilmu pada guru Drona. Serta kisah kemandirian Ekalawya.
Kelima, yadnya dalam artian menepati sumpah. Dalam Mahabrata, terdapat banyak sumpah dan janji yang terbukti menjadi kenyataan. Misalnya sumpah Bima untuk membunuh 100 Kurawa dan merobek-robek dada Dursasana akhirnya terwujud dalam perang Bharata Yudha.
Keenam, yadnya dalam artian membahagiakan orang tua. Hal ini  dapat diteladani dari sikap para Pandawa yang selalu menuruti nasihat ibu mereka. Bahkan walau mereka diperintahkan untuk menikahi 1 istri yang sama.
-Nilai Kesetiaan
        Dalam kisah Mahabrata terlihat sekali bahwa tokoh-tokohnya menjunjung tinggi nilai kesetiaan. Pertama yaitu Satya Mitra (setia pada teman). Misalnya raja Karna yang begitu setia pada kawannya Duryodana sampai-sampai rela berkorban nyawa. Kedua yaitu Satya Laksana (setia pada perbuatan), tercermin dari sikap bertanggung jawab atas segala perbuatan (tidak lari dari kenyataan). Ketiga Satya Wacana (Setia terhadap perkataan), misalnya Raja Karna yang setia pada perkataannya bahwa akan mengabdikan hidupnya pada Duryodana. Keempat Satya Hrdaya (setia terhadap kata hati) misalnya para Pandawa yang tetap teguh pendiriannya untuk berperang dengan Kurawa. Kelima yaitu Satya Semaya (teguh terhadap janji).
-    Nilai Pendidikan
Dapat kita lihatnya dari tekunnya para Kurawa dan Pandawa dalam menuntut ilmu kepada guru Drona. Mereka tekun mengembangkan keahlian mereka masing-masing. Ada yang ahli bermain gada, bergulat, memanah dan lain sebagainya. Pendidikan tersebut dimulai sedini mungkin. Selain itu, dalam belajar kita juga harus mandiri, jangan baru digetok baru jalan. Misalnya Ekalawya yang belajar mandiri tanpa bimbingan guru. Dalam belajar juga tidak mengenal tua, misalnya Duryodana yang terus belajar gada dari Balaram walaupun telah beranjak dewasa.
-    Nilai Dharma
Disini diperlihatkan perang Bharata Yudha, yang sejatinya merupakan perang Dharma melawan Adharma. Pada akhirnya, Dharmalah yang akan menang. Segala pengorbanan, etikad baik, dan yadnya yang dilakukan para Pandawa pun tidak sia-sia.
Demikianlah segelintir nilai-nilai luhur dari kisah Mahabrata yang dapat kami temui.


Daftar Pustaka

Suratmini, Wayan. 2014. Buku Penunjang Materi Agama Hindu dan Budi Pekerti kelas XI. Denpasar: Penerbit Tri Agung.
Mudana, Nengah. 2014. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang Kemendikbud.
        User, Mahabrata. 2014. Nilai-nilai yang terkandung didalam cerita santi parwa dan aswamedha parwa.Diakses dari https://m.facebook.com/permalink.php?id=752089111489549&story_fbid=757830280915432  pada tanggal 16 September 2014.
Sryam, Budi. 2010. Kajian Nilai dan Makna Filosofis Kisah Mahabrata. Diakses dari http://cakepane.blogspot.nl/2010/05/Kajian-Nilai-dan-Makna-Filosofis-Kisah.html?m=1 pada tanggal 16 September 2014.


3 komentar: