Increase Your Knowledge :)


Sabtu, 08 Agustus 2015

Sekaa Teruna – Teruni, Pacu Kegairahan Beragama Yowana Bali

Sekaa Teruna – Teruni, Pacu Kegairahan Beragama Yowana Bali

            Setiap orang pastinya pernah mengalami masa muda atau remaja, yaitu suatu fase peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Saat masa peralihan ini pola pikir remaja masih sangat labil, akibat tingkat emosional yang menggebu-gebu serta kemampuan yang masih rendah dalam meredam emosi tersebut. Apalagi seiring dengan berkembangnya zaman, arus globalisasi seakan terus mewabah tak bisa dikendalikan. Globalisasi sendiri saat ini telah mendera seluruh belahan dunia, tak terkecuali Indonesia khususnya Pulau Bali. Kini, globalisasi telah menjelma menjadi ancaman tersendiri bagi budaya Bali serta sikap dan perilaku generasi muda (yowana) Bali.
            Tak dapat dipungkiri, sikap dan aturan adat yang dipegang para yowana Bali kini mulai meluntur tergerus waktu. Kegairahan yowana Bali, baik dalam bidang beragama maupun melestarikan budaya Bali mulai merosot. Hal tersebut tercermin dari ketidakmampuan yowana Bali masa kini dalam kegiatan-kegiatan yang berbau keagamaan, misalnya mejejahitan, membuat canang, bahkan metanding banten. Yowana Bali masa kini, cenderung lebih pintar mengoperasikan gadget ketimbang membuat sampian gantung, menyusun gebogan, atau sekadar mengulat tipat.
            Tidak menutup mata, banyak yowana Bali yang kini memiliki pola hidup hedonis, yaitu mencari kesenangan demi pemuasan hasrat lahiriah yang palsu (Sandika, 2014: 11). Budaya ini tentunya bertentangan dengan budaya Hindu Bali, yang cenderung berlandaskan kesederhanaan serta rasa syukur dibandingkan dengan pemuasan hasrat duniawi. Selain itu, muncul juga yowana Bali yang cenderung bersifat apatis terhadap lingkungan sekitarnya. Mereka kurang tertarik mempelajari budaya Bali, kurang tertarik datang ke acara piodalan di lingkungan tempat tinggalnya, bahkan mejejahitan secara asal-asalan pun termasuk bentuk apatisme yowana Bali terhadap kebudayaannya sendiri.
Memasuki Kehidupan Bermasyarakat Sebagai Yowana Bali
            Sebagai sosok manusia yang tengah beranjak dewasa, para yowana Bali pastinya tidak akan lepas dari kegiatan bermasyarakat. Adapun sampai saat ini, terdapat salah satu organisasi tradisional Bali yang masih bertahan hingga kini. Organisasi tersebut adalah Sekaa Teruna – Teruni (STT). Sekaa Teruna Teruni adalah suatu organisasi tradisional yang bertugas membantu (ngayah) desa adat dalam menyelenggarakan kegiatan agama dan budaya di desa setempat. Adapun anggota Sekaa Teruna – Teruni adalah para remaja anggota banjar setempat yang telah berumur 16 tahun ke atas (kebudayaanindonesia.net).
            Sebagai yowana Bali, menjadi anggota dari  Sekaa Teruna – Teruni merupakan suatu kewajiban. Dikarenakan Sekaa Teruna – Teruni merupakan suatu identitas banjar, tulang punggung banjar, serta jati diri para yowana yang tergabung dalam lingkungan banjar tersebut. Segala prestasi dan nama baik banjar dianggap bergantung terhadap eksistensi Sekaa Teruna – Teruni itu sendiri. Adapun selain aktif dalam kegiatan keagamaan yang diselenggarakan lingkungan banjar, Sekaa Teruna – Teruni juga berperan sebagai sarana sosial yang menjadi wadah bagi para anggotanya untuk bertukar pikiran, berinteraksi, serta mewujudkan ide-idenya demi kemajuan bersama.
Peran Sekaa Teruna – Teruni dalam Meningkatkan Kegairahan Beragama Yowana Bali
            Dewasa ini, peran Sekaa Teruna – Teruni terbukti efektif dalam menjaga kegairahan beragama para yowana Bali. Melalui suatu perkumpulan yang berlandaskan budaya dan agama, para yowana seakan berpacu untuk menunjukkan keahliannya masing-masing dalam aktivitas keagamaan. Sekaa Teruna – Teruni, sebagai organisasi yang ikut turun “ngayah” dalam desa adat, secara otomatis akan mengajak para anggotanya untuk mengenal lebih dekat serta turun langsung dalam kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilaksanakan desa setempat.
            Sebagai contoh, adalah Sekaa Teruna – Teruni Kebon Sari Banjar Tangguntiti yang merupakan salah satu Sekaa Teruna – Teruni yang ada dalam lingkungan desa adat Tonja. Sekaa Teruna – Teruni yang kini beranggota 75 orang tersebut terlihat sangat kompak dalam serangkaian kegiatan keagamaan, misalnya pada acara Ngenteg Linggih Sanggah Pamerajan Dadia yang diadakan pada Rabu, 20 Agustus 2014 lalu. Anggota Sekaa Teruna – Teruni Kebon Sari tampak sangat kompak dalam mengurus segala keperluan acara, mulai dari metanding banten, memasang sampian ke merajan, sampai dengan menyambut tamu.
            Kegairahan beragama para yowana juga jelas terpancar dalam rangka mempersiapkan hari raya Nyepi tahun baru Saka 1937. Para Yowana sibuk membangun ogoh-ogoh yang akan dipentaskan pada upacara pengerupukan yang jatuh pada tanggal 20 Maret 2015. Selain itu, para Yowana juga mempersiapkan parade pertunjukan tari seperti apa yang akan mereka tampilkan. Semangat mereka terpancar jelas dari kesediaan mereka berlatih keras menghapal koreografi, bahkan sampai larut malam bertempat di balai Banjar Tangguntiti.
Sekaa Teruna – Teruni dan Kaitannya dengan Tri Hita Karana
            Tri Hita Karana berasal dari kata Tri yang berarti tiga, Hita yang berarti kebahagiaan dan Karana yang berarti penyebab. Sehingga Tri Hita Karana dapat diartikan sebagai tiga penyebab terjadinya kebahagiaan yang terbagi atas tiga bagian, yaitu Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Tri Hita Karana sendiri dianalogikan sebagai pembangunan hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhannya / Sang Hyang Jagatkarana (Parahyangan), antara manusia dengan sesama manusia (Pawongan), serta antara manusia dengan alam lingkungannya / Bhuana (Palemahan) (www.babadbali.com).
            Sekaa Teruna – Teruni, sebagai salah satu organisasi yang bernafaskan agama Hindu pastinya ikut menyelaraskan diri dalam penerapan Tri Hita Karana. Tri Hita Karana diusahakan agar tidak menjadi sekadar konsep, melainkan wajib diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pemaknaan Tri Hita Karana sebagai filosofi hidup, kegairahan beragama dan berbudaya para Yowana Bali diharapkan akan semakin bertambah.
            Sebagai contoh implementasi konsep pertama Tri Hita Karana (Parahyangan) dalam tubuh Sekaa Teruna – Teruni, Sekaa Teruna – Teruni Kebon Sari acapkali turun serta dalam kegiatan-kegiatan Dewa Yadnya, misalnya mempersiapkan piodalan pura, mekarya sanggah, serta melaksanakan kegiatan Titra Yatra bersama secara rutin. Yang kedua, implementasi konsep Pawongan ditunjukkan dengan terjalinnya komunikasi yang harmonis sesama anggota Sekaa, menyelesaikan segala permasalan yang muncul dengan jalan musyawarah, serta turut membantu krama banjar yang sedang menyelenggarakan upacara Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, maupun Manusa Yadnya. Yang ketiga, implementasi konsep Palemahan ditunjukkan dengan kekompakan para Yowana menjaga keamanan lingkungan, gotong royong membersihkan lingkungan setiap sebulan sekali, serta turut serta dalam upacara Bhuta Yadnya yang dilaksanakan dalam lingkungan Banjar Tangguntiti.
Penutup
            Kesimpulan yang didapat, para Yowana Bali sebagai generasi penerus Bali selayaknya terus melestarikan budaya Bali dan jangan sampai kehilangan jati diri dalam menghadapi arus globalisasi. Segala budaya-budaya barat yang buruk, seperti hedonisme, konsumerisme, dan apatisme hendaknya dihilangkan dari jiwa para yowana Bali. Sebaliknya, rasa cinta terhadap budaya Bali, keingintahuan akan wawasan keagamaan, serta kegairahan beragama haruslah lebih ditanamkan terhadap setiap individu yowana Bali.
            Salah satu budaya Bali yang berbentuk organisasi tradisional adalah Sekaa Teruna – Teruni yang berdiri dan hidup dalam lingkungan banjar. Organisasi ini terbukti membawa banyak dampak positif bagi yowana Bali, terlebih karena kegiatan-kegiatannya yang selalu berlandaskan ajaran agama Hindu serta budaya Bali. Sekaa Teruna – Teruni, terbukti mampu meningkatkan semangat dan kegairahan beragama yowana Bali. Untuk itu, keberlangsungannya kini menjadi tanggung jawab para yowana Bali dalam menjaga keberadaan serta eksistensinya demi mewujudkan generasi yowana Bali yang beragama, berbudaya, kreatif, serta berbudipekerti.

Daftar Pustaka
Sandika, Ketut. 2014. Membentuk Siswa Berkarakter Mulia. Surabaya: Penerbit Paramita Surabaya.
Widnyani, Nyoman. 2012. Ogoh – Ogoh Fungsi dan Perannya di Masyarakat dalam Mewujudkan Generasi Emas Umat Hindu. Surabaya: Penerbit Paramita Surabaya.
Anonim. 2014. Sekaa Teruna Teruni. Diakses dari http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/838/sekaa-teruna-teruni pada tanggal 11 Maret 2015.
Anonim. 2014. Tri Hita Karana. Diakses dari http://id.m.wikipedia.org/wiki/Tri_Hita_Karana pada tanggal 11 Maret 2015.

Anonim. 2014. Tri Hita Karana dalam Agama Hindu. Diakses dari http://www.babadbali.com/canangsari/trihitakarana.htm pada tanggal 11 Maret 2015. 

(Essay ini berhasil meraih juara 2 dalam perlombaan essay Forum Persaudaraan Mahasiswa Hindu Dharma Universitas Udayana / FPMHD UNUD tahun 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar