Increase Your Knowledge :)


Sabtu, 08 Agustus 2015

Bali, Putra Sulung Industri Kreatif Indonesia

Bali, Putra Sulung Industri Kreatif Indonesia

Tahun demi tahun berlalu, tidak terasa pada bulan Agustus 2015 mendatang Indonesia akan merayakan ulang tahunnya yang ke-70. Berbagai tantangan telah dilewati, baik dari segi ekonomi, sosial, politik, maupun pertahanan dan keamanan. Namun perjuangan bangsa Indonesia belum selesai. Menghadapi tahun 2015 dan juga era globalisasi, Indonesia dihadapkan pada suatu tantangan baru yang tidak kalah sulitnya. Tantangan tersebut akrab disebut AFTA (ASEAN Free Trade Area).
Menurut definisi dari Departemen Keuangan Republik Indonesia, AFTA merupakan wujud kesepakatan negara-negara ASEAN (Association of South East Asian Nations) untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.
AFTA dibentuk pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-IV di Singapura tahun 1992. Realisasi AFTA berupa penurunan tarif bea masuk sebesar 0-5%, penghapusan pembatasan kuantitatif,  serta penghapusan segala hambatan non tarif ekspor impor. Adapun perkembangan terakhir dari AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapus seluruh bea masuk impor barang bagi negara-negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Kamboja, Laos, Brunei Darussalam, Myanmar dan Vietnam) pada tahun 2015.
Dewasa ini, isu mengenai AFTA belum banyak diangkat oleh media, baik media cetak maupun elektronik. Hal ini mengakibatkan masyarakat Indonesia kurang menyadari tantangan yang dihadirkan oleh AFTA. Pada era AFTA, barang-barang hasil produksi negara-negara ASEAN dapat diperdagangkan secara bebas, akibat dihapuskannya bea impor masuk. Hal ini menuntut produsen Indonesia untuk meningkatkan kualitas produk agar mampu bersaing di pasar ASEAN.
Menurut Amalia Adininggar, selaku Wakil Direktur Perdagangan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, dibandingkan dengan negara ASEAN lain seperti Singapura, Vietnam, dan Malaysia, Indonesia masih kalah dalam bidang produksi alat elektronik, mesin, dan bahan kimia. Namun, terdapat beberapa komoditi Indonesia yang justru mengalami kenaikan pada pangsa pasar ASEAN yaitu minyak nabati, produk makanan, alas kaki, logam, transportasi, plastik, karet, dan kayu.
Industri Kreatif, Strategi Indonesia Menghadapi AFTA
Dalam menghadapi AFTA, seluruh sektor ekonomi Indonesia diharapkan bahu-membahu dalam memajukan perekonomian. Cara yang ditempuh dapat dengan menciptakan inovasi maupun ide kreatif dalam memanfaatkan peluang usaha, serta menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia.
Tidak hanya perusahaan-perusahaan besar bermodal tinggi yang perlu dikembangkan, melainkan perusahaan yang masih berada pada tingkat menengah maupun kecil juga membutuhkan perhatian ekstra. Sektor ekonomi menengah dan kecil tersebut adalah industri kreatif. Dalam bukunya, The Creative Economy, John Howkins (2001) mengungkapkan setelah berlalunya berbagai era meliputi era pertanian, era industri, dan era informasi, akan datang era baru yang disebut dengan era kreatif. Era ini ditandai dengan berkembangnya industri yang menggunakan ide serta keterampilan individu sebagai modal utama, bukan uang ataupun mesin produksi.
Berdasarkan definisi dari Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, industri kreatif adalah industri yang berdiri dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Adapun industri kreatif dapat meliputi berbagai bidang yaitu periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, fashion, video/film, fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan/percetakan, komputer/perangkat lunak, televisi/radio, riset dan pengembangan, serta kuliner.
Industri kreatif dinilai dapat membantu Indonesia dalam menghadapi gempuran AFTA akibat keberadaannya yang mampu memberikan kontribusi nilai ekonomi yang signifikan, menciptakan iklim bisnis yang positif, meningkatkan pengelolaan sumber daya, menyediakan lapangan pekerjaan, meningkatkan nilai ekspor, serta mengangkat citra, ciri khas dan identitas bangsa (Laporan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2012). Menurut data Studi Pemetaan Industri Kreatif tahun 2007, industri kreatif telah berjasa menyumbang 6,3% pada Produk Domestik Bruto (PDB) serta mampu menyerap 5,4 juta tenaga kerja.
Keunikan Indonesia : Kearifan Lokal
Berbicara soal ciri khas serta identitas bangsa, Indonesia memiliki modal yang tidak dipunyai negara lain yaitu kearifan lokal (local wisdom). Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai kekayaan budaya lokal yang mengandung kebijakan hidup, pandangan hidup, dan kearifan hidup. Pada umumnya, kearifan lokal diwariskan secara turun menurun dari generasi ke generasi (Suyono Suyatno, 2011).
Kearifan lokal dapat diasosiasikan ke dalam penciptaan industri kreatif. Hal ini dikarenakan kearifan lokal merupakan bumbu vital bagi pemberdayaan perekonomian masyarakat akibat adanya modal sosial berupa hubungan yang erat dalam jaringan masyarakat (Francis Fukuyama, 1999).
Industri yang mengintegrasikan nilai-nilai budaya ke dalam pengembangan usahanya tidak perlu takut kekurangan pembeli, karena industri jenis ini telah memiliki konsumen tetap yaitu masyarakat pemilik budaya itu sendiri. Bahkan, pemilik industri berbasis kearifan lokal tersebut berkesempatan mendapat keuntungan lebih dengan jalan menjual produk mereka ke luar Indonesia, sekaligus memperkenalkan budaya Indonesia ke negara lain. Produk-produk tersebut diyakini mampu bersaing di pasar global, karena memiliki keunikan tersendiri, serta lain daripada yang lain.
Bali, Basis Industri Kreatif Indonesia
Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu-ribu pulau, dimana masing-masing pulau tersebut memiliki keunikannya tersendiri. Beberapa daerah dari pulau tersebut lantas berkembang menjadi sentra industri yang potensial, sebut saja kota Yogyakarta, Bandung, Jepara, dan pulau Bali.
Bali akrab disebut sebagai putra sulung industri kreatif Indonesia. Hal ini dikarenakan produk-produk Bali mengadaptasi budaya lokal serta memiliki nilai jual yang tinggi. Hatta Rajasa, selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menilai Bali sebagai basis industri terkuat di tanah air, sehingga akses permodalan bagi industri kreatif Bali perlu diperbanyak.
 Apapun yang dijual di Bali terbukti laris manis diserbu konsumen, baik konsumen lokal, wisatawan domestik, maupun wisatawan asing. Menurut data yang dihimpun oleh Tjok Gede Agung selaku pengamat pariwisata Bali, kunjungan turis asing ke Bali mencapai rata-rata 300.000 orang per bulan. Besarnya animo wisatawan terhadap pulau Bali sudah tentu menjadi pasar yang potensial bagi pengusaha Bali, utamanya yang bergerak di bidang industri kreatif, untuk menjual hasil kreatifitas mereka sekaligus mengenalkan budaya Bali kepada masyarakat asing.
Ragam Karya Industri Kreatif di Bali
Pernah tidaknya berlibur ke Bali seakan menjadi prestise tersendiri bagi para wisatawan. Hal tersebut dibuktikan dengan keengganan para wisatawan untuk kembali ke daerah asalnya sebelum membeli buah tangan karya masyarakat Bali, atau yang akrab disebut oleh-oleh khas Bali. Dewasa ini, oleh-oleh khas Bali telah berkembang ke dalam berbagai jenis. Diantaranya yang paling menonjol adalah dalam sektor pangan, sandang, cinderamata, serta seni pertunjukan.
Dalam bidang pangan, Bali mempunyai ikon kuliner yang khas yaitu ayam betutu, lawar, babi guling, dan sambel matah. Kuliner khas Bali ini menggunakan bumbu-bumbu khas Bali sehingga menawarkan cita rasa unik yang digemari para wisatawan. Adapun kuliner merupakan salah satu bagian dari sektor industri kreatif, sehingga sektor ini dapat menjadi pilihan yang menjanjikan bagi para wirausahawan.
Dalam bidang sandang, Bali memiliki produk unggulan yang telah mendunia yaitu baju barong dan baju Joger. Menyempatkan diri mengunjungi pantai di Bali, kita akan menemukan banyak wisatawan yang mengenakan produk baju barong dan Joger. Adapun produk ini digemari karena nyaman dipakai, memiliki sentuhan nuansa Bali, unik, memiliki ciri khas tersendiri, serta harganya tergolong terjangkau. Selain itu, Bali juga memiliki kain tradisional yaitu songket dan endek yang kini tengah bersaing di pasaran.
Tidak mau kalah, sektor kerajinan dan cinderamata pun ikut bersaing memperebutkan hati konsumen. Bali termasuk dalam kategori daerah yang memiliki banyak pasar seni, diantaranya pasar seni Sukawati, Kuta, Badung, Kumbasari, Guwang, dan Ubud. Adapun pasar seni ini menjual berbagai cinderamata khas Bali, meliputi koleksi baju dan celana, gelang, kalung, dompet, tas, maket, patung, dan lukisan.
Sektor industri kreatif berikutnya yaitu seni pertunjukan. Tidak dapat dipungkiri, Bali dikenal sebagai salah satu pulau yang masih menjunjung tinggi adat dan budayanya. Berbagai pertunjukan seperti Tari Kecak, Tari Topeng, Tari Barong, Joged Bumbung, Arja, Lawak, serta pertunjukan wayang tidak pernah dilewatkan wisatawan apabila berkunjung Bali.
Melihat tingginya ragam serta potensi industri kreatif yang terdapat di pulau Bali, tidak berlebihan rasanya apabila Bali dijuluki sebagai putra sulung industri kreatif Indonesia. Ditambah dengan bumbu-bumbu kearifan lokal dan nilai budaya yang diintegrasikan ke dalam setiap produk yang ditawarkan, menjadikan hasil-hasil industri Bali memiliki daya saing yang tinggi di pasar global.
Menurut data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali, ekspor hasil industri Bali menyumbang 39,73% dari total ekspor Bali pada bulan Januari 2012, dengan penyumbang utama berupa produk tekstil. Selain itu, produk kerajinan seperti kerajinan kayu, furniture, perak, kulit, serta bambu telah menyumbang devisa sebesar 11,8 juta USD bagi pendapatan pemerintah Bali.
Penutup
Kesimpulan yang didapat, AFTA (era perdagangan bebas ASEAN) merupakan suatu tantangan bagi bangsa Indonesia untuk lebih memaksimalkan potensi yang dimiliki serta lebih meningkatkan kualitas produk buatan Indonesia. Salah satu cara menghadapi AFTA adalah dengan mengembangkan industri kreatif, yaitu industri yang bekerja dengan cara mengekploitasi daya kreasi dan daya cipta pendirinya. Adapun industri kreatif tersebut akan semakin mampu bertahan dalam persaingan ganas di pasar ASEAN dengan jalan memanfaatkan kearifan lokal sebagai ciri khas serta identitas bangsa Indonesia.
Bali, selaku salah satu pulau dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia menawarkan potensi yang sangat menggiurkan dalam bidang industri kreatif. Melalui sektor-sektor pangan, sandang, cinderamata, serta seni pertunjukan, industri kreatif di Bali mampu menyedot perhatian ribuan wisatawan serta mendatangkan pendapatan yang tidak sedikit jumlahnya bagi pemerintah Bali. Melihat kenyataan tersebut, maka tidak berlebihan rasanya jika Bali dijuluki sebagai putra sulung industri kreatif Indonesia.
Kedepannya pemerintah diharapkan dapat menaruh perhatian lebih terhadap keberadaan industri kreatif di Bali maupun di Indonesia pada umumnya. Hal ini dikarenakan industri kreatif dinilai mampu membantu Indonesia dalam menghadapi AFTA. Selain itu, mengedukasi masyarakat Indonesia agar lebih mencintai produk buatan negeri sendiri juga merupakan suatu langkah yang penting. Jika bukan kita yang bangga menggunakan dan mengembangkan produk negeri sendiri, lantas siapa lagi?

Daftar Pustaka[1]
Amelia, R. (2014). Jadi, Apa Itu Industri Kreatif. Diakses Mei 16, 2015 dari http://careernews.id/issues/view/2577-Jadi-Apa-Itu-Industri-Kreatif
Dhave, D. (2012). Bali, Putra Sulung Industri Kreatif Indonesia. Diakses Mei 16, 2015 dari http://m.kompasiana.com/post/read/497497/1/bali-anak-sulung-industri-kreatif-indonesia.html
Direktorat Umum Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. (2012). Hasil Industri dan Kerajinan Penopang Utama Ekspor Bali pada Januari 2012. Diakses Mei 16, 2015 dari http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/accepted_rsses/view/4f96267a-92d0-4c46-9439-2f950a1e1e48
Majalah Bali Dwipa. (2013). Industri Kreatif, Inovatif, Kreatif, Bernilai. Diakses Mei 16, 2015 dari http://majalahbalidwipa.com/industri-kreatif-inovatif-kreatif-bernilai/
Pertiwi, M. (2012). Enam Pasar Seni yang Populer di Bali. Diakses Mei 16, 2015 dari http://travel.kompas.com/read/2012/04/01/13503436/6.pasar.seni.yang.populer.di.bali
Pusat Kebijakan Pendapatan Negara. (2015). ASEAN Free Trade Area (AFTA). Diakses Mei 16, 2015 dari http:// www.tarif.depkeu.go.id/Others?hi=AFTA
Rini, P., & Czafrani, S. (2010). Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Kearifan Lokal oleh Pemuda dalam Rangka Menjawab Tantangan Ekonomi Global. Jurnal UI untuk Bangsa Seri Sosial dan Humaniora. 18-21.
Sutika, I. (2015). Kunjungan Wisatawan Asing ke Bali Meningkat. Diakses Mei 16, 2015 dari http://m.antaranews.com/berita/481248/kunjungan-wisatawan-asing-ke-bali-meningkat
Suyatno, S. (2011). Revitalisasi Kearifan Lokal sebagai Upaya Penguatan Identitas Keindonesiaan. Diakses Mei 16, 2015 dari http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/1366
Widyasanti, A. (2010). Perdagangan Bebas Regional dan Daya Saing Ekspor, Kasus Indonesia. (Laporan). Indonesia: Jakarta.
Wikipedia. (n.d.). Industri Kreatif. Diakses Mei 16, 2015 dari http://id.m.wikipedia.org/wiki/Industri_kreatif
Yosua, E. (2014). Inilah Tsunami yang Dapat Memporak-porandakan Perekonomian Indonesia 2015. Diakses Mei 16, 2015 dari http://www.go-indonesia.info/inilah-tsunami-yang-dapat-memporak-porandakan-perekonomian-indonesia-2015/

(Essay ini berhasil meraih juara 2 dalam perlombaan essay Kampung Komunikasi Universitas Islam Indonesia / UII tahun 2015)

1 komentar: