Increase Your Knowledge :)


Sabtu, 31 Oktober 2015

Pawiwahan - Ngerorod / Ngerangkat dalam Agama Hindu

PAWIWAHAN
Ngerorod / Ngerangkat dalam Agama Hindu



· Hakikat Wiwaha
Wiwaha adalah salah satu fase dalam Catur Asrama yang disebut “Grehasta Asrama” yaitu fase berumah tangga. Menurut Hindu, wiwaha adalah wajib hukumnya bagi umat Hindu.
· Tujuan Wiwaha
--Tujuan pokok : terwujudnya keluarga yang bahagia lahir dan bathin melalui unsur material dan non material
--Tujuan utama : memperoleh keturunan yang suputra (bakti kepada orang tua, leluhur, dan Tuhan. Serta cinta kasih terhadap sesama)
--Tujuan lain : membayar hutang kepada orang tua atau leluhur
· Macam – Macam Sistem Pawiwahan Agama Hindu
Terdiri dari empat :
1)               Memadik / Meminang (calon suami datang ke rumah calon istri untuk meminang)
2)               Ngerorod / Ngerangkat (atas dasar cinta sama cinta namun belum sepenuhnya disetujui orang tua / kawin lari)
3)               Nyentana / Nyeburin (pertukaran status dimana wanita sebagai purusa dan laki-laki sebagai pradana)
4)               Melegandang (tidak didasari atas dasar cinta sama cinta, kawin paksa)
· Pengertian Kawin Ngerorod / Ngerangkat
Ngerorod / Ngerangkat kerap juga disebut sebagai kawin lari, dimaksudkan bahwa kedua calon mempelai atas dasar saling mencintai sepakat untuk lari bersama-sama ke rumah pihak ketiga untuk melakukan perkawinan. Oleh keluarga pihak ketiga dipermaklumkan kepada orang tua gadis dan orang tua calon mempelai laki-laki bahwa akan dilangsungkan upacara perkawinan. Perkawinan ini semacam katup pengaman bagi perkawinan yang tidak mendapast restu oleh orang tua mempelai perempuan. Cara ini dilakukan karena orang tua pihak perempuan tidak menyetujui hubungan antara anak perempuannya dengan laki-laki caton suaminya, atau karena keluarga pihak laki-laki tidak mampu. Dewasa ini perkawinan Ngelayat atau Ngerorod ini sudah banyak ditinggalkan. Masyarakat kini merasa malu kalau keluarganya menempuh kawin lari, kacuali karena faktor-faktor tertentu terutama menyangkut harga diri seseorang yang masih ditutupi oleh kabut feodalisme. Adapun pihak ketiga ini dapat juga diwakili oleh klian banjar / pejabat setempat.
· Alat – Alat Upakara yang Diperlukan
1. Sanggah Surya/bambu melekung : merupakan niyasa (simbol) istana Sang Hyang Widhi Wasa, ini merupakan istananya Dewa Surya dan Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih. Di sebelah kanan digantungkan biyu lalung simbol kekuatan purusa dari Sang Hyang Widhi dan Sang Hyang Purusa ini bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Jaya sebagai dewa kebajikan, ketampanan, kebijaksanaan simbol pengantin pria dan di sebelah kiri sanggah digantungkan sebuah kulkul berisi beremsimbol kekuatan prakertinya Sang Hyang Widhi dan bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Ratih dewi kecantikan serta kebijaksanaan simbol pengantin wanita.
2. Kelabang Kala Nareswari (Kala Badeg) : simbol calon pengantin yang diletakkan sebagai alas upacara mekala-kalaan serta diduduki oleh kedua calon pengantin.
3. Tikeh Dadakan (tikar kecil) : Tikar yan g diduduki oleh pengantin wanita sebagai simbol selaput dara (hymen) dari wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikar adalah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Pr akerti (kekuatan yoni).
4. Keris : sebagai kekuatan Sang Hyang Purusa (kekuatan lingga) calon pengantin pria. Biasanya nyungklit keris, dipandang dari sisi spritualnya sebagai lambang kepuru san dari pengantin pria.
5. Benang Putih : dibuatkan sepanjang setengah meter, terdiri dari 12 bilahan benang menjadi satu, serta pada kedua ujung benang masing-masing dikaitkan pada cabang pohon dapdap setinggi 30 cm. Angka 12 berarti simbol dari sebel 12 hari, yang diambil dari cerita dihukumnya Pandawa oleh Kurawa selama 12 tahun. Dengan upacara mekala-kalaan otomatis sebel pengantin yang disebut sebel kandalan menjadi sirna dengan upacara penyucian tersebut. Dari segi spiritual benang ini sebagai simbol dari lapisan kehidupan, berarti sang pengantin telah siap untuk meningkatkan alam kehidupannya dariBrahmacari Asrama menuju alam Grhasta Asrama.
6. Tegen – tegenan : makna tegen-tegenan merupakan simbol dari pengambil alihan tanggung jawab sekala dan niskala. Adapun Perangkat tegen-tegenan ini :
Batang tebu berarti hidup pengantin mengandung arti  kehidup dijalani secara bertahap seperti hal tebu ruas demi ruas, secara manis.
Cangkul sebagai simbol Ardha Candra. Cangkul sebagai alat bekerja, berkarma berdasarkan Dharma.
Periuk simbol windhu.
Buah kelapa simbol brahman (Sang Hyang Widhi).
Seekor yuyu/kepiting simbol bahasa isyarat memohon keturunan dan kerahayuan.
7. Suwun-suwunan (sarana jinjingan) : berupa bakul yang dijinjing mempelai wanita yang berisi talas, kunir, beras dan bumbu-bumbuan melambangkan tugas wanita atau istri mengembangkan benih yang diberikan suami, diharapkan seperti pohon kunir dan talas berasal dari bibit yang keci l berkembang menjadi besar.
8. Dagang-dagangan : melambangkan kesepakatan dari suami istri untuk membangun rumah tangga dan siap mena nggung segala resiko yang timbul akibat perkawinan tersebut seperti kesepakatan antar penjual dan pembeli dalam transaksi dagangan.
9. Sapu lidi (3 lebih) : simbol Tri Kaya Parisudha. Pengantin pria dan wanita saling mencermati satu sama lain, isyarat saling memperingatkan serta saling memacu agar selalu ingat dengan kewajiban melaksanakan Tri Rna berdasarkan ucapan baik, prilaku yang baik dan pikiran yang baik, disamping itu memperingatkan agar tabah menghadapi cobaan dan kehidupan rumah tangga.
10.  Sambuk Kupakan (serabut kelapa) : Serabut kelapa dibelah tiga, di dalamnya diisi sebutir telor bebek, kemudian dicakup kembali di luarnya diikat dengan benang berwarna tiga (tri datu). Serabut kelapa berbelah tiga simbol dari Triguna (satwam, rajas, tamas). Benang Tridatu simbol dari Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa)  mengisyaratkan kesucian.Telor bebek simbol manik. Kedua Mempelai saling tendang serabut kelapa (metanjung sambuk) sebanyak tiga kali, setelah itu secara simbolis diduduki oleh pengantin wanita. Ini mengandung pengertian Apabila mengalami perselisihan agar bisa saling mengalah, se rta secara cepat di masing-masing individu menyadari langsung. Selalu ingat dengan penyucian diri, agar kekuatan triguna dapat terkendali. Selesai upacara serabut kalapa ini diletakkan di bawah tempat tidur mempelai.
11. Tetimpug : adalah bambu tiga batang yang dibakar dengan api dayuh yang bertujuan memohon penyupatan dari Sang Hyang Brahma.
· Banten Upakara yang Diperlukan
1. Ajuman
2. Byakala
3. Pengulap Pengambean
4. Daksina

· Tahap – Tahap Ngerorod Awal
--Sang wanita keluar dari rumah , menunggu pihak pria untuk menjemputnya di suatu tempat dan membawanya kerumah pihak ketiga
--Pihak pria mengirim utusan keru mah si wanita, untuk menyampaikan pejati serta surat pernyataan bahwa mereka kawin lari yang didasari cinta sama cinta, pejati dilakukan dalam waktu 24 jam pada malam hari dengan membawa lampu yang dilakukan oleh 2-3 orang dengan berpakaian adat.
--Pihak ke III hendaknya melapor pengrorodan tersebut kepada Pamong Desa untuk meneliti terpenuhinya syarat-syarat
--Apabila ada keragu-raguan dari pihak orang tua wanita maka orang tua si wanita datang mengecek, mengadakan penyelidikan kepastian pengrorodan yang bersangkutan. Penyelidikan orang tua / pengecekan ini disebut panegteg, namun apabila orang tuanya yakin bahwa anaknya ngerorod berdasarkan cinta sama cinta, panegteg tidak dilakukan lagi
--Selang tiga harinya datanglah lagi pihak laki-laki untuk mengadakan panglukuan. Ngeluku artinya permintaan maaf. Pada waktu Ngeluku biasanya membawa canang pengrawos. Pada waktu itu ditentukan kapan dilakukan mererasan, yakni pemberitahuan upacara perkawinan.
--Setelah ada kesepakatan maka dilakukanlah mererasan, dimana dari pihak laki-laki datang dengan diiringi oleh beberapa orang keluarga sambil membawa beras 2 kg dan tetur 5 butir, material ini akan diberikan pada keluarganya yakni : 2 kg beras dan 2 butir telur untuk satu keluarga sebagai 'tanda bahwa keluarga tersebut anaknya melaksanakan perkawinan ngerorod. Disamping itu juga membawa canang pengrawos dan berbagai jajan secukupnya, dan selanjutnya diadakan pembicaraan mengenai dewasa perkawinan
--Terakhir si pengantin datang kerumah orang tua wanita yang disebut matipat bantal. Disini si laki-laki bersama wanitanya membawa bermacam-macam jajan, membawa gibungan berupa nasi, sate, lawar, dan sebagainya tergantung permintaan di pihak wanita dan kemampuan pihak laki-laki. Puncak acara adalah pamitnya si wanita di Sanggah / Merajan dan keluarganya. Apabila perkawinan dengan cara ngerorod dilakukan oleh yang berbeda wangsa misalnya antara  wangsa   brahmana dengan   wangsa   sudra,  maka  penglukuan  dan  mererasan  tidak dilaksanakan, karena cukup dengan mapejati saja, jadi orang tua wanita yang teriwangsa mengatakan selesaikanlah perkawinan tersebut disana saja. Pria yang non triwangsa perkawinan tidak usah datang metipat bantal ke rumah wanitanya.
· Tahap – Tahap Ngerorod Lanjutan
1. Upacara Ngekeb:
Acara ini bertujuan untuk mempersiapkan calon pengantin wanita dari kehidupan remaja menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga dengan memohon doa restu kepada Tuhan Yang Maha Esa agar bersedia menurunkan kebahagiaan kepada pasangan ini serta nantinya mereka diberikan anugerah berupa keturunan yang baik.
Setelah itu pada sore harinya, seluruh tubuh calon pengantin wanita diberi luluran yang terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga, dan beras yang telah dihaluskan. Dipekarangan rumah juga disediakan wadah berisi air bunga untuk keperluan mandi calon pengantin. Selain itu air merang pun tersedia untuk keramas.
Sesudah acara mandi dan keramas selesai, pernikahan adat bali akan dilanjutkan dengan upacara di dalam kamar pengantin. Sebelumnya dalam kamar itu telah disediakan sesajen. Setelah masuk dalam kamar biasanya calon pengantin wanita tidak diperbolehkan lagi keluar dari kamar sampai calon suaminya datang menjemput. Pada saat acara penjemputan dilakukan, pengantin wanita seluruh tubuhnya mulai dari ujung kaki sampai kepalanya akan ditutupi dengan selembar kain kuning tipis. Hal ini sebagai perlambang bahwa pengantin wanita telah bersedia mengubur masa lalunya sebagai remaja dan kini telah siap menjalani kehidupan baru bersama pasangan hidupnya.
2. Mungkah Lawang (Buka Pintu):
Seorang utusan Mungkah Lawang bertugas mengetuk pintu kamar tempat pengantin wanita berada sebanyak tiga kali sambil diiringi olehseorang Malat yang menyanyikan tembang Bali. Isi tembang tersebut adalah pesan yang mengatakan jika pengantin pria telah datang menjemput pengantin wanita dan memohon agar segera dibukakan pintu.
3. Upacara Mesegehagung:
Sesampainya kedua pengantin di pekarangan rumah pengantin pria, keduanya turun dari tandu untuk bersiap melakukan upacara Mesegehagung yang tak lain bermakna sebagai ungkapan selamat datang kepada pengantin wanita, kemudian keduanya ditandu lagi menuju kamar pengantin. Ibu dari pengantin pria akan memasuki kamar tersebut dan mengatakan kepada pengantin wanita bahwa kain kuning yang menutupi tubuhnya akan segera dibuka untuk ditukarkan dengan uang kepeng satakan yang ditusuk dengan tali benang Bali dan biasanya berjumlah dua ratus kepeng.

4. Upacara Mekala-kalaan
Seperti biasa terlebih dahulu mabeyakala maperascita kemudian mempelai duduk menghadap sanggah kemulan serta banten padengen-dengenan.
Setelah benten tersebut dipuja seperlunya, lalu kedua mempelai bersembahyang, kemudian diupakarai dengan alat-alat yang ada pada pembersihan seperti sisir, keramas, segau, tepung tawar, dan sebagainya, lalu diberi panglukatan dan kemudian natab banten padengen­dengenan
Selanjutnya kedua mempelai berjalan mengelilingi sanggah kemulan, sanggah pesaksi, tiap kali melewati kala sepetan kakinya disentuhkan sebagai simbul pembersihan sukla wanita dan dirinya
Setelah tiga kali lalu pengantin lelaki berbelanja sedangkan yang perempuan menjual segala yang ada pada sok bebelanjaan, waktu berjalan pengantin laki-laki memikul tegen-tegenan dan yang perempuan memikul sok belanja. Upacara jual beli ini mungkin simbul tercapainya kata sepakat untuk memperoleh keturunan
Dilanjutkan dengan merobek tikar dimana pengantin yang perempuan memegang tikar tersebut, dan yang laki merobek dengan keris yang berada pada panegtegan, hal ini merupakan simbul pemecahan selaput gadis
Setelah itu kedua mempelai memutuskan benang yang terentang pada carang dapdap sebagai tanda bahwa mereka telah melampaui masa remajanya dan kini berada pada fase yang baru sebagai suami isteri
Kemudian bersama sama menanam pohon kunir, andong dan keladi di belakang sanggah kemulan dilanjutkan dengan mandi berganti pakaian
Sore harinya dilanjutkan dengan mandi/ angelus wimoha yang memiliki tujuan pembersihan secara lahiriah, dan  nyomya kekuatan asuri sampad yang masih ada dalam diri kedua mempelai  menjadi kekuatan daiwi sampad atau nyomya kala bhūta nareswari  menjadi sang hyang smarajaya dan smara ratih. Sehabis mandi kedua mempelai berganti pakaian, memakai pakaian kebesaran dan berhias untuk melakukan upacara dewasaksi di sanggah pemerajan.

5. Mewidhi Widana:
Rangkaian upacara widhi widhana /majaya-jaya ini diawali dengan puja yang dilakukan oleh sang pemuput upacara (Pandita/Pinandita) Persembahyangan diawali dengan puja trisandya, kemudian dilanjutkan dengan panca sembah.
Selesai sembahyang kedua pengantin diperciki tirtha pekuluh dari pemerajan atau pura-pura, dan dilanjutkan dengan memasang bija. Kemudian natab banten sesayut (sesayut nganten). 
Selesai natab banten sesayut, kedua pengantin diberikan tetebus (benang) dan dipasangkan karawista dan bija. Kemudian dilanjutkan dengan mengucapkan sumpah perkawinan oleh kedua mempelai dan  penandatanganan surat-surat nikah oleh kedua mempelai dan saksi-saksi. Acara selanjutnya Nasehat Perkawinan : Oleh Ketua Adat,  PHDI dan Keluarga kedua Mempelai.
Setelah semua berkas pernikahan ditandatangani, dimohonkan kepada semua hadirin untuk mengucapkan doa Syukur bahwa pernikahan telah berlangsung secara lancar dan sah.
6. Mejauman Ngabe Tipat Bantal
Beberapa hari setelah pengantin resmi menjadi pasangan suami istri, maka pada hari yang telah disepakati kedua belah keluarga akan ikut mengantarkan kedua pengantin pulang ke rumah orang tua pengantin wanita untuk melakukan upacara Mejamuan/menerima tamu. Acara ini dilakukan untuk memohon pamit kepada kedua orang tua serta sanak keluarga pengantin wanita, terutama kepada para leluhur, bahwa mulai saat itu pengantin wanita telah sah menjadi bagian dalam keluarga besar suaminya. Untuk upacara pamitan ini keluarga pengantin pria akan membawa sejumlah barang bawaan yang berisi berbagai panganan kue khas Bali seperti kue bantal, apem, alem, cerorot, kuskus, nagasari, kekupa, beras, gula, kopi, the, sirih pinang, bermacam buah–buahan serta lauk pauk khas Bali.


1 komentar: