Sekaa Teruna –
Teruni, Pacu Kegairahan Beragama Yowana Bali
Setiap
orang pastinya pernah mengalami masa muda atau remaja, yaitu suatu fase
peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Saat masa peralihan ini pola pikir
remaja masih sangat labil, akibat tingkat emosional yang menggebu-gebu serta
kemampuan yang masih rendah dalam meredam emosi tersebut. Apalagi seiring
dengan berkembangnya zaman, arus globalisasi seakan terus mewabah tak bisa dikendalikan.
Globalisasi sendiri saat ini telah mendera seluruh belahan dunia, tak terkecuali
Indonesia khususnya Pulau Bali. Kini, globalisasi telah menjelma menjadi
ancaman tersendiri bagi budaya Bali serta sikap dan perilaku generasi muda (yowana)
Bali.
Tak
dapat dipungkiri, sikap dan aturan adat yang dipegang para yowana Bali kini
mulai meluntur tergerus waktu. Kegairahan yowana Bali, baik dalam bidang beragama
maupun melestarikan budaya Bali mulai merosot. Hal tersebut tercermin dari
ketidakmampuan yowana Bali masa kini dalam kegiatan-kegiatan yang berbau
keagamaan, misalnya mejejahitan,
membuat canang, bahkan metanding banten. Yowana Bali masa kini,
cenderung lebih pintar mengoperasikan gadget
ketimbang membuat sampian gantung, menyusun
gebogan, atau sekadar mengulat tipat.
Tidak
menutup mata, banyak yowana Bali yang kini memiliki pola hidup hedonis, yaitu
mencari kesenangan demi pemuasan hasrat lahiriah yang palsu (Sandika, 2014:
11). Budaya ini tentunya bertentangan dengan budaya Hindu Bali, yang cenderung
berlandaskan kesederhanaan serta rasa syukur dibandingkan dengan pemuasan
hasrat duniawi. Selain itu, muncul juga yowana Bali yang cenderung bersifat
apatis terhadap lingkungan sekitarnya. Mereka kurang tertarik mempelajari
budaya Bali, kurang tertarik datang ke acara piodalan di lingkungan tempat tinggalnya, bahkan mejejahitan secara asal-asalan pun
termasuk bentuk apatisme yowana Bali terhadap kebudayaannya sendiri.
Memasuki
Kehidupan Bermasyarakat Sebagai Yowana Bali
Sebagai sosok manusia yang tengah beranjak dewasa, para yowana Bali
pastinya tidak akan lepas dari kegiatan bermasyarakat. Adapun sampai saat ini,
terdapat salah satu organisasi tradisional Bali yang masih bertahan hingga
kini. Organisasi tersebut adalah Sekaa Teruna – Teruni (STT). Sekaa Teruna
Teruni adalah suatu organisasi tradisional yang bertugas membantu (ngayah) desa adat dalam menyelenggarakan
kegiatan agama dan budaya di desa setempat. Adapun anggota Sekaa Teruna –
Teruni adalah para remaja anggota banjar setempat yang telah berumur 16 tahun
ke atas (kebudayaanindonesia.net).
Sebagai
yowana Bali, menjadi anggota dari Sekaa
Teruna – Teruni merupakan suatu kewajiban. Dikarenakan Sekaa Teruna – Teruni
merupakan suatu identitas banjar, tulang punggung banjar, serta jati diri para yowana
yang tergabung dalam lingkungan banjar tersebut. Segala prestasi dan nama baik
banjar dianggap bergantung terhadap eksistensi Sekaa Teruna – Teruni itu
sendiri. Adapun selain aktif dalam kegiatan keagamaan yang diselenggarakan
lingkungan banjar, Sekaa Teruna – Teruni juga berperan sebagai sarana sosial
yang menjadi wadah bagi para anggotanya untuk bertukar pikiran, berinteraksi,
serta mewujudkan ide-idenya demi kemajuan bersama.
Peran Sekaa
Teruna – Teruni dalam Meningkatkan Kegairahan Beragama Yowana Bali
Dewasa
ini, peran Sekaa Teruna – Teruni terbukti efektif dalam menjaga kegairahan
beragama para yowana Bali. Melalui suatu perkumpulan yang berlandaskan budaya
dan agama, para yowana seakan berpacu untuk menunjukkan keahliannya
masing-masing dalam aktivitas keagamaan. Sekaa Teruna – Teruni, sebagai
organisasi yang ikut turun “ngayah”
dalam desa adat, secara otomatis akan mengajak para anggotanya untuk mengenal
lebih dekat serta turun langsung dalam kegiatan-kegiatan keagamaan yang
dilaksanakan desa setempat.
Sebagai
contoh, adalah Sekaa Teruna – Teruni Kebon Sari Banjar Tangguntiti yang
merupakan salah satu Sekaa Teruna – Teruni yang ada dalam lingkungan desa adat
Tonja. Sekaa Teruna – Teruni yang kini beranggota 75 orang tersebut terlihat
sangat kompak dalam serangkaian kegiatan keagamaan, misalnya pada acara Ngenteg
Linggih Sanggah Pamerajan Dadia yang diadakan pada Rabu, 20 Agustus 2014 lalu.
Anggota Sekaa Teruna – Teruni Kebon Sari tampak sangat kompak dalam mengurus
segala keperluan acara, mulai dari metanding
banten, memasang sampian ke merajan, sampai dengan menyambut tamu.
Kegairahan
beragama para yowana juga jelas terpancar dalam rangka mempersiapkan hari raya
Nyepi tahun baru Saka 1937. Para Yowana sibuk membangun ogoh-ogoh yang akan
dipentaskan pada upacara pengerupukan yang jatuh pada tanggal 20 Maret 2015.
Selain itu, para Yowana juga mempersiapkan parade pertunjukan tari seperti apa
yang akan mereka tampilkan. Semangat mereka terpancar jelas dari kesediaan
mereka berlatih keras menghapal koreografi, bahkan sampai larut malam bertempat
di balai Banjar Tangguntiti.
Sekaa Teruna –
Teruni dan Kaitannya dengan Tri Hita Karana
Tri Hita
Karana berasal dari kata Tri yang berarti tiga, Hita yang berarti kebahagiaan
dan Karana yang berarti penyebab. Sehingga Tri Hita Karana dapat diartikan
sebagai tiga penyebab terjadinya kebahagiaan yang terbagi atas tiga bagian,
yaitu Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Tri Hita Karana sendiri
dianalogikan sebagai pembangunan hubungan yang harmonis antara manusia dengan
Tuhannya / Sang Hyang Jagatkarana (Parahyangan), antara manusia dengan sesama
manusia (Pawongan), serta antara manusia dengan alam lingkungannya / Bhuana
(Palemahan) (www.babadbali.com).
Sekaa
Teruna – Teruni, sebagai salah satu organisasi yang bernafaskan agama Hindu
pastinya ikut menyelaraskan diri dalam penerapan Tri Hita Karana. Tri Hita
Karana diusahakan agar tidak menjadi sekadar konsep, melainkan wajib
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pemaknaan Tri Hita
Karana sebagai filosofi hidup, kegairahan beragama dan berbudaya para Yowana
Bali diharapkan akan semakin bertambah.
Sebagai contoh
implementasi konsep pertama Tri Hita Karana (Parahyangan) dalam tubuh Sekaa
Teruna – Teruni, Sekaa Teruna – Teruni Kebon Sari acapkali turun serta dalam
kegiatan-kegiatan Dewa Yadnya, misalnya mempersiapkan piodalan pura, mekarya
sanggah, serta melaksanakan kegiatan Titra Yatra bersama secara rutin. Yang
kedua, implementasi konsep Pawongan ditunjukkan dengan terjalinnya komunikasi
yang harmonis sesama anggota Sekaa, menyelesaikan segala permasalan yang muncul
dengan jalan musyawarah, serta turut membantu krama banjar yang sedang
menyelenggarakan upacara Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, maupun Manusa Yadnya. Yang
ketiga, implementasi konsep Palemahan ditunjukkan dengan kekompakan para Yowana
menjaga keamanan lingkungan, gotong royong membersihkan lingkungan setiap
sebulan sekali, serta turut serta dalam upacara Bhuta Yadnya yang dilaksanakan
dalam lingkungan Banjar Tangguntiti.
Penutup
Kesimpulan yang didapat, para Yowana Bali sebagai generasi penerus Bali selayaknya
terus melestarikan budaya Bali dan jangan sampai kehilangan jati diri dalam
menghadapi arus globalisasi. Segala budaya-budaya barat yang buruk, seperti
hedonisme, konsumerisme, dan apatisme hendaknya dihilangkan dari jiwa para
yowana Bali. Sebaliknya, rasa cinta terhadap budaya Bali, keingintahuan akan
wawasan keagamaan, serta kegairahan beragama haruslah lebih ditanamkan terhadap
setiap individu yowana Bali.
Salah
satu budaya Bali yang berbentuk organisasi tradisional adalah Sekaa Teruna –
Teruni yang berdiri dan hidup dalam lingkungan banjar. Organisasi ini terbukti
membawa banyak dampak positif bagi yowana Bali, terlebih karena
kegiatan-kegiatannya yang selalu berlandaskan ajaran agama Hindu serta budaya
Bali. Sekaa Teruna – Teruni, terbukti mampu meningkatkan semangat dan
kegairahan beragama yowana Bali. Untuk itu, keberlangsungannya kini menjadi
tanggung jawab para yowana Bali dalam menjaga keberadaan serta eksistensinya
demi mewujudkan generasi yowana Bali yang beragama, berbudaya, kreatif, serta
berbudipekerti.
Daftar Pustaka
Sandika, Ketut. 2014. Membentuk Siswa Berkarakter Mulia.
Surabaya: Penerbit Paramita Surabaya.
Widnyani, Nyoman. 2012. Ogoh – Ogoh Fungsi dan Perannya di
Masyarakat dalam Mewujudkan Generasi Emas Umat Hindu. Surabaya: Penerbit Paramita
Surabaya.
Anonim. 2014. Sekaa Teruna Teruni. Diakses dari http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/838/sekaa-teruna-teruni
pada tanggal 11 Maret 2015.
Anonim. 2014. Tri Hita Karana. Diakses dari http://id.m.wikipedia.org/wiki/Tri_Hita_Karana
pada tanggal 11 Maret 2015.
Anonim. 2014. Tri Hita Karana dalam Agama Hindu.
Diakses dari http://www.babadbali.com/canangsari/trihitakarana.htm
pada tanggal 11 Maret 2015.
(Essay ini berhasil meraih juara 2 dalam perlombaan essay Forum Persaudaraan Mahasiswa Hindu Dharma Universitas Udayana / FPMHD UNUD tahun 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar