PAWIWAHAN
Ngerorod / Ngerangkat dalam
Agama Hindu
·
Hakikat
Wiwaha
Wiwaha adalah salah satu fase dalam Catur Asrama yang
disebut “Grehasta Asrama” yaitu fase berumah tangga. Menurut Hindu, wiwaha
adalah wajib hukumnya bagi umat Hindu.
· Tujuan Wiwaha
--Tujuan pokok : terwujudnya keluarga yang bahagia lahir
dan bathin melalui unsur material dan non material
--Tujuan utama : memperoleh keturunan yang suputra (bakti
kepada orang tua, leluhur, dan Tuhan. Serta cinta kasih terhadap sesama)
--Tujuan lain : membayar hutang kepada orang tua atau
leluhur
· Macam – Macam Sistem Pawiwahan Agama Hindu
Terdiri dari empat :
1)
Memadik
/ Meminang (calon suami datang ke rumah calon istri untuk meminang)
2)
Ngerorod
/ Ngerangkat (atas dasar cinta sama cinta namun belum sepenuhnya disetujui
orang tua / kawin lari)
3)
Nyentana
/ Nyeburin (pertukaran status dimana wanita sebagai purusa dan laki-laki
sebagai pradana)
4)
Melegandang
(tidak didasari atas dasar cinta sama cinta, kawin paksa)
·
Pengertian
Kawin Ngerorod / Ngerangkat
Ngerorod / Ngerangkat kerap juga disebut sebagai kawin
lari, dimaksudkan bahwa
kedua calon mempelai atas dasar saling mencintai sepakat untuk lari
bersama-sama ke rumah pihak ketiga untuk melakukan perkawinan. Oleh keluarga
pihak ketiga dipermaklumkan kepada orang tua gadis dan orang tua calon mempelai
laki-laki bahwa akan dilangsungkan upacara perkawinan. Perkawinan ini semacam
katup pengaman bagi perkawinan yang tidak mendapast restu oleh orang tua
mempelai perempuan. Cara ini dilakukan karena orang tua pihak perempuan tidak
menyetujui hubungan antara anak perempuannya dengan laki-laki caton suaminya,
atau karena keluarga pihak laki-laki tidak mampu. Dewasa
ini perkawinan Ngelayat atau Ngerorod ini sudah banyak ditinggalkan. Masyarakat
kini merasa malu kalau keluarganya menempuh kawin lari, kacuali karena
faktor-faktor tertentu terutama menyangkut harga diri seseorang yang masih
ditutupi oleh kabut feodalisme. Adapun pihak ketiga ini dapat juga diwakili oleh klian banjar / pejabat setempat.
· Alat – Alat Upakara yang Diperlukan
1. Sanggah Surya/bambu melekung : merupakan niyasa (simbol)
istana Sang Hyang Widhi Wasa, ini merupakan istananya Dewa
Surya dan Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih. Di sebelah kanan
digantungkan biyu lalung simbol kekuatan purusa dari Sang Hyang
Widhi dan Sang Hyang Purusa ini bermanifestasi sebagai Sang
Hyang Semara Jaya sebagai dewa kebajikan, ketampanan, kebijaksanaan simbol
pengantin pria dan di sebelah kiri sanggah digantungkan sebuah kulkul berisi
beremsimbol kekuatan prakertinya Sang Hyang Widhi dan bermanifestasi
sebagai Sang Hyang Semara Ratih dewi kecantikan serta kebijaksanaan
simbol pengantin wanita.
2. Kelabang Kala
Nareswari (Kala Badeg) : simbol
calon pengantin yang diletakkan sebagai
alas upacara mekala-kalaan serta diduduki oleh kedua calon pengantin.
3.
Tikeh Dadakan (tikar kecil) : Tikar
yan g
diduduki oleh pengantin wanita sebagai simbol selaput
dara (hymen) dari wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikar
adalah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Pr akerti (kekuatan
yoni).
4. Keris : sebagai kekuatan Sang Hyang Purusa
(kekuatan lingga) calon pengantin pria. Biasanya nyungklit keris,
dipandang dari sisi spritualnya sebagai lambang kepuru san
dari pengantin pria.
5. Benang Putih : dibuatkan sepanjang setengah meter, terdiri
dari 12 bilahan benang menjadi satu, serta
pada kedua ujung benang masing-masing dikaitkan pada cabang pohon dapdap
setinggi 30 cm. Angka 12 berarti simbol dari sebel 12 hari, yang diambil dari
cerita dihukumnya Pandawa oleh Kurawa selama 12 tahun. Dengan upacara
mekala-kalaan otomatis sebel pengantin yang disebut sebel kandalan menjadi
sirna dengan upacara penyucian tersebut. Dari segi spiritual benang ini sebagai
simbol dari lapisan kehidupan, berarti sang pengantin telah siap untuk
meningkatkan alam kehidupannya dariBrahmacari Asrama menuju
alam Grhasta Asrama.
6. Tegen
– tegenan : makna
tegen-tegenan merupakan simbol dari pengambil alihan tanggung jawab sekala dan
niskala. Adapun Perangkat tegen-tegenan ini :
Batang
tebu berarti hidup pengantin mengandung arti kehidup dijalani secara
bertahap seperti hal tebu ruas demi ruas, secara manis.
Cangkul
sebagai simbol Ardha Candra. Cangkul sebagai alat bekerja, berkarma berdasarkan
Dharma.
Periuk
simbol windhu.
Buah
kelapa simbol brahman (Sang Hyang Widhi).
Seekor
yuyu/kepiting simbol bahasa isyarat memohon keturunan dan kerahayuan.
7. Suwun-suwunan (sarana jinjingan) : berupa bakul yang dijinjing
mempelai wanita yang berisi talas, kunir, beras dan bumbu-bumbuan
melambangkan tugas wanita atau istri mengembangkan benih yang diberikan suami,
diharapkan seperti pohon kunir dan talas berasal dari bibit yang keci l
berkembang menjadi besar.
8. Dagang-dagangan : melambangkan kesepakatan dari suami istri
untuk membangun rumah tangga dan siap mena nggung segala resiko
yang timbul akibat perkawinan tersebut seperti kesepakatan antar penjual dan
pembeli dalam transaksi dagangan.
9. Sapu lidi (3 lebih) : simbol Tri Kaya
Parisudha. Pengantin pria dan wanita saling mencermati satu sama lain,
isyarat saling memperingatkan serta saling memacu agar selalu ingat dengan
kewajiban melaksanakan Tri Rna berdasarkan ucapan baik, prilaku yang
baik dan pikiran yang baik, disamping itu memperingatkan agar tabah menghadapi
cobaan dan kehidupan rumah tangga.
10. Sambuk
Kupakan (serabut kelapa) : Serabut
kelapa dibelah tiga, di dalamnya diisi sebutir telor bebek, kemudian dicakup
kembali di luarnya diikat dengan benang berwarna tiga (tri datu). Serabut
kelapa berbelah tiga simbol dari Triguna (satwam, rajas, tamas).
Benang Tridatu simbol dari Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) mengisyaratkan
kesucian.Telor bebek simbol manik. Kedua Mempelai saling tendang serabut kelapa
(metanjung sambuk) sebanyak tiga kali, setelah itu secara simbolis diduduki
oleh pengantin wanita. Ini mengandung pengertian Apabila mengalami perselisihan
agar bisa saling mengalah, se rta secara cepat di
masing-masing individu menyadari langsung. Selalu ingat dengan penyucian diri,
agar kekuatan triguna dapat terkendali. Selesai upacara serabut kalapa ini
diletakkan di bawah tempat tidur mempelai.
11. Tetimpug : adalah bambu tiga batang yang dibakar dengan
api dayuh yang bertujuan memohon penyupatan dari Sang Hyang Brahma.
· Banten Upakara yang Diperlukan
1. Ajuman
2. Byakala
3. Pengulap Pengambean
4. Daksina
· Tahap – Tahap Ngerorod Awal
--Sang wanita keluar dari rumah , menunggu pihak pria untuk menjemputnya di suatu tempat
dan membawanya kerumah pihak ketiga
--Pihak
pria mengirim utusan keru mah si wanita, untuk menyampaikan
pejati serta surat
pernyataan bahwa mereka kawin lari yang didasari cinta sama cinta, pejati
dilakukan dalam waktu 24 jam pada
malam hari dengan membawa lampu yang dilakukan oleh 2-3 orang dengan berpakaian
adat.
--Pihak
ke III hendaknya melapor pengrorodan tersebut kepada Pamong Desa untuk meneliti terpenuhinya syarat-syarat
--Apabila
ada keragu-raguan dari pihak orang tua wanita maka orang tua si wanita datang
mengecek, mengadakan penyelidikan kepastian pengrorodan yang bersangkutan.
Penyelidikan orang tua / pengecekan ini disebut panegteg, namun apabila orang
tuanya yakin bahwa anaknya ngerorod berdasarkan cinta sama cinta, panegteg
tidak dilakukan lagi
--Selang
tiga harinya datanglah lagi
pihak laki-laki untuk mengadakan
panglukuan. Ngeluku artinya permintaan maaf. Pada waktu Ngeluku biasanya
membawa canang pengrawos. Pada waktu itu ditentukan kapan dilakukan mererasan,
yakni pemberitahuan upacara perkawinan.
--Setelah
ada kesepakatan maka dilakukanlah mererasan, dimana dari pihak laki-laki datang
dengan diiringi oleh beberapa orang keluarga sambil membawa beras 2 kg dan
tetur 5 butir, material ini akan diberikan pada keluarganya yakni : 2 kg beras
dan 2 butir telur untuk satu keluarga sebagai 'tanda bahwa keluarga tersebut
anaknya melaksanakan perkawinan ngerorod. Disamping itu juga membawa canang
pengrawos dan berbagai jajan secukupnya, dan selanjutnya diadakan pembicaraan
mengenai dewasa perkawinan
--Terakhir
si pengantin datang kerumah orang tua wanita yang disebut matipat bantal.
Disini si laki-laki bersama wanitanya membawa bermacam-macam jajan, membawa
gibungan berupa nasi, sate, lawar, dan sebagainya tergantung permintaan di
pihak wanita dan kemampuan pihak laki-laki. Puncak acara adalah pamitnya si wanita di
Sanggah / Merajan dan keluarganya. Apabila perkawinan dengan cara ngerorod
dilakukan oleh yang berbeda wangsa misalnya antara wangsa
brahmana dengan
wangsa sudra, maka penglukuan dan
mererasan tidak dilaksanakan, karena cukup dengan mapejati
saja, jadi orang tua wanita yang teriwangsa mengatakan selesaikanlah perkawinan
tersebut disana saja. Pria yang non triwangsa perkawinan tidak usah datang
metipat bantal ke rumah wanitanya.
· Tahap – Tahap Ngerorod Lanjutan
1. Upacara Ngekeb:
Acara
ini bertujuan untuk mempersiapkan calon pengantin wanita dari kehidupan remaja
menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga dengan memohon doa restu kepada
Tuhan Yang Maha Esa agar bersedia menurunkan kebahagiaan kepada pasangan ini
serta nantinya mereka diberikan anugerah berupa keturunan yang baik.
Setelah
itu pada sore harinya, seluruh tubuh calon pengantin wanita diberi luluran yang
terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga, dan beras yang telah
dihaluskan. Dipekarangan rumah juga disediakan wadah berisi air bunga untuk
keperluan mandi calon pengantin. Selain itu air merang pun tersedia untuk
keramas.
Sesudah
acara mandi dan keramas selesai, pernikahan adat bali akan dilanjutkan dengan
upacara di dalam kamar pengantin. Sebelumnya dalam kamar itu telah disediakan
sesajen. Setelah masuk dalam kamar biasanya calon pengantin wanita tidak
diperbolehkan lagi keluar dari kamar sampai calon suaminya datang menjemput.
Pada saat acara penjemputan dilakukan, pengantin wanita seluruh tubuhnya mulai
dari ujung kaki sampai kepalanya akan ditutupi dengan selembar kain kuning
tipis. Hal ini sebagai perlambang bahwa pengantin wanita telah bersedia
mengubur masa lalunya sebagai remaja dan kini telah siap menjalani kehidupan
baru bersama pasangan hidupnya.
2. Mungkah Lawang (Buka
Pintu):
Seorang
utusan Mungkah Lawang bertugas mengetuk pintu kamar tempat pengantin
wanita berada sebanyak tiga kali sambil diiringi
olehseorang Malat yang menyanyikan tembang Bali. Isi tembang tersebut
adalah pesan yang mengatakan jika pengantin pria telah datang menjemput
pengantin wanita dan memohon agar segera dibukakan pintu.
3. Upacara Mesegehagung:
Sesampainya
kedua pengantin di pekarangan rumah pengantin pria, keduanya turun dari tandu
untuk bersiap melakukan upacara Mesegehagung yang tak lain bermakna
sebagai ungkapan selamat datang kepada pengantin wanita, kemudian keduanya
ditandu lagi menuju kamar pengantin. Ibu dari pengantin pria akan memasuki
kamar tersebut dan mengatakan kepada pengantin wanita bahwa kain kuning yang
menutupi tubuhnya akan segera dibuka untuk ditukarkan dengan uang kepeng
satakan yang ditusuk dengan tali benang Bali dan biasanya berjumlah dua ratus
kepeng.
4. Upacara Mekala-kalaan
Seperti
biasa terlebih dahulu mabeyakala maperascita kemudian mempelai duduk menghadap
sanggah kemulan serta banten
padengen-dengenan.
Setelah
benten tersebut dipuja seperlunya, lalu kedua mempelai bersembahyang, kemudian
diupakarai dengan alat-alat yang ada pada pembersihan seperti sisir, keramas,
segau, tepung tawar, dan sebagainya, lalu diberi panglukatan dan kemudian natab
banten padengendengenan
Selanjutnya kedua mempelai berjalan
mengelilingi sanggah kemulan, sanggah pesaksi, tiap kali melewati kala sepetan
kakinya disentuhkan sebagai simbul pembersihan sukla wanita dan dirinya
Setelah
tiga kali lalu pengantin lelaki berbelanja sedangkan yang perempuan menjual
segala yang ada pada sok bebelanjaan, waktu berjalan pengantin laki-laki
memikul tegen-tegenan dan yang perempuan memikul sok belanja. Upacara jual beli
ini mungkin simbul tercapainya kata sepakat untuk memperoleh keturunan
Dilanjutkan
dengan merobek tikar dimana pengantin yang perempuan memegang tikar tersebut,
dan yang laki merobek dengan keris yang berada pada panegtegan, hal
ini merupakan simbul pemecahan selaput gadis
Setelah
itu kedua mempelai memutuskan benang yang terentang pada carang dapdap sebagai tanda bahwa
mereka telah melampaui masa remajanya dan kini berada pada fase yang baru
sebagai suami isteri
Kemudian
bersama sama menanam pohon kunir, andong dan keladi di belakang sanggah kemulan
dilanjutkan dengan mandi berganti pakaian
Sore
harinya dilanjutkan dengan mandi/ angelus wimoha yang memiliki tujuan
pembersihan secara lahiriah, dan nyomya kekuatan asuri sampad yang masih ada
dalam diri kedua mempelai menjadi kekuatan daiwi sampad atau nyomya
kala bhūta nareswari menjadi sang hyang smarajaya dan smara ratih. Sehabis mandi kedua mempelai berganti
pakaian, memakai pakaian kebesaran dan berhias untuk melakukan upacara
dewasaksi di sanggah pemerajan.
5. Mewidhi Widana:
Rangkaian
upacara widhi widhana /majaya-jaya ini diawali dengan puja yang dilakukan oleh
sang pemuput upacara (Pandita/Pinandita) Persembahyangan
diawali dengan puja trisandya, kemudian dilanjutkan dengan panca sembah.
Selesai
sembahyang kedua pengantin diperciki tirtha pekuluh dari pemerajan atau
pura-pura, dan dilanjutkan dengan memasang bija. Kemudian natab banten
sesayut (sesayut nganten).
Selesai natab
banten sesayut, kedua pengantin diberikan tetebus (benang) dan
dipasangkan karawista dan bija. Kemudian dilanjutkan dengan mengucapkan sumpah
perkawinan oleh kedua mempelai dan penandatanganan surat-surat nikah
oleh kedua mempelai dan saksi-saksi. Acara
selanjutnya Nasehat Perkawinan : Oleh Ketua Adat, PHDI dan Keluarga
kedua Mempelai.
Setelah
semua berkas pernikahan ditandatangani, dimohonkan
kepada semua hadirin untuk mengucapkan doa Syukur bahwa pernikahan telah
berlangsung secara lancar
dan sah.
6. Mejauman Ngabe Tipat
Bantal
Beberapa
hari setelah pengantin resmi menjadi pasangan suami istri, maka pada hari yang
telah disepakati kedua belah keluarga akan ikut mengantarkan kedua pengantin
pulang ke rumah orang tua pengantin wanita untuk melakukan upacara Mejamuan/menerima tamu. Acara ini dilakukan
untuk memohon pamit kepada kedua orang tua serta sanak keluarga pengantin
wanita, terutama kepada para leluhur, bahwa mulai saat itu pengantin wanita
telah sah menjadi bagian dalam keluarga besar suaminya. Untuk upacara pamitan
ini keluarga pengantin pria akan membawa sejumlah barang bawaan yang berisi
berbagai panganan kue khas Bali seperti kue bantal, apem, alem, cerorot,
kuskus, nagasari, kekupa, beras, gula, kopi, the, sirih pinang, bermacam
buah–buahan serta lauk pauk khas Bali.